Eisai (1141-1215)
mengkombinasikan dalam dirinya sendiri pendirian sosial dan keberagamaan dari
Heian dan Kamakura. Sebagai seorang biarawan muda Tendai, ia merasa patah
harapan menyadari penurunan persepsi Buddha tradisional dan pelajaran-pelajaran
kebiaraan di Pegunungan Hiei. Penekanan gurunya bukanlah pada sebuah “keyakinan
keselamatan” sebagaimana di aliran-aliran Honen, Shinran, dan Nichiren. Tujuan
utamanya adalah dengan purifikasi (pemurnian) dan pemulihan keagungan Buddhisme
tradisional di Jepang. Ia hidup pada masa ketika para biarawan dan pendeta
terhimpun dalam kekuatan dan keberlimpahan, suatu kondisi dimana para
aristrokrat beranggapan bahwa mengundang para bhiksu tampan bersuara merdu
untuk menyanyikan sutra-sutra terdahulu merupakan sebuah hiburan.
Untuk mempelajari
tradisi sebenarnya dari Tendai, Eisai mengunjungi Cina pada tahun 1168 dan
menjadi tertarik pada Ch’an. Sekali lagi ia belajar di Cina pada tahun
1187-1191, mempelajari ajaran-ajaran lanjutan dari Ch’an. Meskipun aliran
Rinzai di Jepang dipengaruhi oleh aliran Lin-ch’i di Cina, tetapi keduanya
memiliki etos yang berbeda terhadap pemerintahan. Ch’an menekankan pada, “tidak
adak kebergantungan pada kata-kata dan huruf-huruf; sebuah transmisi luar biasa
di luar ajaran-ajaran yang telah diklasifikasikan; tujuan yang jelas pada
pikiran manusia (mind of man); mencari sifat alami manusia (seeing into one’s
true nature)”. Ch’an bahkan tidak menghormati raja atau pangeran yang berkuasa.
Tetapi, Eisai mempelajari hukum dan mengobservasi kesamaan dalam aturan-aturan
upacara dari praktik-praktik Tendai, Shingon dan Zen.
Tradisi Rinzai
menekankan pada kensho, penglihatan batin terhadap sifat alami seseorang (one’s
true nature). Hal ini dilanjutkan dengan sesuatu yang disebut praktik post-satori,
kelanjutan dari praktik-praktik sebelumnya untuk mencapai Kebuddhaan.[1]
Selain itu, tradisi
Rinzai juga menekankan pada interpretasi terhadap koan (paradoxical statement)
yang hanya dapat diakses oleh para pencari yang sebenarnya (the serious seekers).[2]
Beberapa guru Zen yang lainnya juga mengekspresikan penglihatan sekejap
yang diikuti oleh pengembangan (cultivation) secara bertahap. Untuk mencapai
penglihatan batin ini dan untuk memperdalamnya, zazen dan memeditasikan koan
dianggap sangat esensial.
0 comments:
Post a Comment